Bagikan Juga

Tulisan ini saya ingin awali dengan mengingatkan pendapat para ahli kejiwaan, yang menyampaikan anak hanya dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik, prasyarat nya adalah pesan positif. Karena memang kebutuhan psikologisnya bisa bertunbuh hanya dengan pesan positif. Karena anak akan menerima apapun dengan pesan positif.

Tapi bayangkan yang kita saksikan sekarang adalah anak lebih dominan mendapatkan banyak pesan negatif dan informasi yang tidak layak.

Artinya secara tegas saya ingin menyampaikan bahwa dengan para ahli menyanpaikan, anak hanya bisa bertumbuh dan berkebnang dengan pesan positif, tapi hari ini kita tahu anak lebih dikuasai pesan negatif.

Sebenarnya pesan negatif dari peristiwa anak hari ini, semua menjadi pembahasan orang dewasa. Tapi tidak membuat significant perubahan sikap ortu dalam memperbaiki diri dalam pendampingan anak.

Hal ini tidak selalu berasal semata mata penyebab orang tua. Tapi yang terjadi hari ini, adalah beban produk warisan pengasuhan di masa lalu, yang diterapkan orang tua masa kini. Tidak mudahnya ortu meningkatkan kapasitasnya sebagai orang tua, karena mencari nafkah dan kesibukannya. Sehingga butuh sistem yg bisa memaksakan dan menciptakan lingkungan perubahan cara pandang mengasuh.

Yang dapat pesan negatif justru anak, Hal ini terjadi saat peristiwa Kanjuruhan, di Kabupaten Malang. Dimana seorang anak lebih memilih ikut ayahnya yg meninggal, dibanding melanjutkan hidupnya. Hal itu tergambar dari catatan catatan tulis sedih nya.

Begitupun hal ini terjadi, kepada anak anak atau keluarga yang kehilangan mendadak karena pandemi dan GGAPA

Potret kekerasan hari ini, adalah bicara potret kekerasan yang ada sebelumnya. Kekerasan juga terlahir karena penanganan korban yg tidak tuntas, sehingga melahirkan kekerasan baru. Kenapa seperti itu? Karena korban yang tidak tertangani dengan baik, akan menjalani hidup penuh resiko, mengancam diri, rentan berhadapan hukum, membuatnya semakin buruk,baik ke dirinya atau orang di sekitarnya

Bicara darurat kekerasan hari ini, tidak terlepas dari sinyal sinyal bahaya yang sudah dikirimkan sejak awal tahun, sampai hari ini. Mulai dari data SIMPONI KPPPA, Data Kekerasan Anak KPAI, Data Bappenas, Ketua MPR, Menko PMK, IDAI, BPOM, para aktifis pengendali tembakau dengan darurat kekerasan seksual, darurat pernikahan anak, darurat pornografi, darurat produk vape kit baby (rokok baru anak), darurat pengawasan obat dan makanan yg menyebabkan GGAPA, makanan chiki ngebul, meningkatnya penderita diabetes anak karena produsen jajanan makanan yang tidak taat regulasi batasan glukosa. Belum lagi KLB Campak, Kanker.

Kita potret satu kasus darurat saja dari sekian banyak status darurat perlindungan anak diatas. Maka ujung dari permasalahan itu adalah anak anak yang sedang memenuhi hasrat orang dewasa.

Misal darurat pornografi anak. Apa yang terjadi hari ini, kita menghadapi bisnis, marketing, profesional dari induatri pornografi yang dapat memberi pemghasilan singkat dwngan hasil yang fantastis.

Artinya sebenarya tidak ada anak anak yang mencari cari pornografi. Tetapi memang target dari pasar merekalah yang berusaha mendekati anak. Jadi tidak ada anak yang aman, yang ujungnya pilihannya cuma 2, anak kita jadi korban atau anak kita jadi pelaku akibat gencarnya industri kekerasan, pornografi, dan induatri candu lainnya.

Adanya aplikasi yang digunakan anak dengan komunikasi Japri atau jaringan pribadi seperti WA, MICHAT dapat dengan mudah menggiring mereka ke dunia prostitusi.

Karena ini tidak bisa tersentuh, karena jaringan pribadi. Bukan pertemanan yang terbuka. Hanya antara pemilik telepon.

Yang tidak bisa di cegah kecuali hpnya di, pasword akunnya bisa kita buka. Tapi tentu tidak mudah, bila anak anak sedang menyimpan perilaku beresiko.

Tapi sesungguhnya, kalau boleh jujur, aktifitas ini untuk siapa? Lagi lagi untuk memenuhi kebutuhan orang dewasa

Padahal disaat yang sama, anak anak itu sedang mencari harapan hidup dan masa depan di tempat yg lain. Karena situasi dan lain hal yg menyebabkan mereka disana.

Tapi jujur saja pekerjaan yg mudah untuk anak, adalah pekerjaan tanpa syarat. Dan dunia pornogrfi dapat melakukan itu.

Darurat perkawinan anak, juga sama, lagi lagi utk memenuhi kebutuhan orang dewasa

Kasus MDS dan AG, juga sama, lagi lagi untuk memenuhi kebutuhan orang dewasa.

Dalam paparan asap rokok, larangan ada, tapi produknya berubah nama terus, sehingga mudah menjauhi hukum.

Artinya kebutuhan orang dewasa sangat tinggi, untuk meraup keuntungan sebesar besarnya dari anak,

Semuanya memanfaatkan kelemahan anak, memainkan imajinasi anak.

Sehingga revolusi cara menjual rokok terus bwrkembang dengan baik dalam mendekati anak.

Dan ketika aktifis anak masuk melarang, menurut anak anak nggak gaul, karena vape kit baby mereka bilang ini untuk anak. Kita jadi terstigma, dengan bilang papa mama nggak gaul ini buat anak. Kebayang industri candu itu bekerja dan berhasil mendekati anak. Sehingga semakin menjauhkan hubungan anak dan ortu. Mereka berhasil menciptakan gap antara orang tua dan anak. Dan rokok menjadi pintu pembuka industei candu lainnya.

Kmudian banyaknya kasus anak diselesaikan ranah privat. Contoh, Bahwa jangan salah memahami ya, ditemukannya korban sampai ratusan anak pada korban kejahatan seksual pada anak menyatakan ranah privat dalam penyelesaian lebih mendominasi. Kenapa ketika baru terjadi tidak terlaporkan.

Artinya tanpa sadar yg didahulukan kepentingan orang dewasa, keselamatan orang dewasa yang sudah berfikir matang. Agar tidak mudah terungkap, disinilah ranah privat berkuasa, kepentingan bisnis orang dewasa lebih mendominasi.

Dengan lingkungan tersebut, tidak pernah menciptakan ruang yang aman, nyaman dalam mengakses keadilan.

Karena terungkapnua dipublik setelah banyak korban dan disoroti orang yang mengerti tentang perlindungan anak.

Artimya bisnis orang dewasa yang membawa urusan anak didalamnya, harus menyadari. Ini bukan soal mereka tidak bisa, tapi situasinya psikologisnya sudah dinyatakan perang dengan industri candu. Aetinya lembaga apapun yang mengurus anak tidak bisa memghadapinya sendirian.

Postur anggaran kita antara pemenuhan gizi fisik (pemenuhan hak anak) dan pemenuhan gizi jiwa (perlindungan khusus anak) juga sangat timpang. Padahal orientasi kebijakanya sama, berorientasi jangkapanjang
.
Kalau kekerasan mau berkurang. Maka setelah membaca tulisan ini, penting harus ada yang berubah, dari cara bekerja kita.

Ada pepatah me yampaikan, cara melihat sebuah masa depan bangsa adalah lihatlah cara mereka memperlakukan generasinya.

Sehingga kalau mau berubah, cara memandang kekerasan benar benar harus utuh, sehingga dapat direhab secara holistik dan tuntas.


Salam Hormat,

*Jasra Putra*
Wakil Ketua KPAI
CP. 0821 1219 3515


Bagikan Juga