Berbagai fenomena kerisauan kamtibmas tentang aktifitas anak anak selama bulan Ramadhan perlu menjadi perhatian serius pemerintah daerah. Perilaku beresiko yang meningkat drastis menjadi perhatian kita semua, seperti perang sarung, asmara subuh, tawuran, dan terakhir fenomena kemunculan anak anak pengemis jalanan. Hal ini terjadi karena liburan yang akan teramat panjang, dengan tidak banyaknya fasilitas atau tempat yang mampu menyalurkan energinya, bakat, minat, usia dan pemahamannya pada mengisi liburan, apalagi pendampingan. Begitupun sarana sarana rekreasi dan hiburan yang membludak, akan di penuhi anak anak karena sekolah tutup, tempat fasilitas publik juga tutup karena pegawainya libur Lebaran. Sehingga fenomena anak terlepas pengawasan orang tua, tempat rekreasi dan hiburan kewalahan, menyebabkan anak anak akan memiliki resiko tinggi mengalami situasi yang buruk.
Memang ajakan Ramadhan jelang memasuki 10 hari terakhir, mengajak umat untuk memperbanyak amalan, diantaranya adalah zakat maal, infaq dan shodaqoh. Sehingga orang orang berlomba lomba melakukan amal kebaikan. Hal ini dimanfaatkan berbagai filantrophy dalam membangun kepedulian lewat program programnya. Namun situasi tersebut juga dimanfaatkan para orang tua untuk mengajak anak anaknya meminta minta di jalan. Sehingga bekerja di jalan jelang 10 hari Ramadhan sangat menjanjikan pada setiap tahunnya. Sehingga fenomena manusia gerobak, pengemis, terutama pengemis anak yang lebih mendorong para pengguna jalan memberi, menjadi tumpuan keberhasilan para orang tua dalam meraih keuntungan dengan memanfaatkan momentum ajakan beramal jelang 10 hari Ramadhan.
Tentu hal ini patut disikapi serius pemerintah daerah. Karena kita tahu tidak ada yang menjamin keamanan di jalan bagi anak anak. Situasi di jalan memiliki frekuensi lalu lintas dan pemakaian yang tinggi, sehingga para penggunanya tidak begitu memperhatikan sekitar, hanya sekilas saja, karena mengikuti arus lalu lintas. Namun selebihnya para pengguna jalan tidak bisa di tuntut mengawasi anak anak yang berlalu lalang di jalan. Hal ini tentu sangat membahayakan anak anak.
Di sisi lain freukensi kendaraan yang akan semakin meninggi di jalan sampai jelang Lebaran, adalah momentum dan keuntungan tersendiri dengan mengemis di jalan. Aktifitas padat kita di jalan, kemacetan, memberi peluang akan semakin banyak yang melihat aktifitas mengemis dan terdorong kepedulian karena dorongan beramal yang tinggi di jelang akhir bulan Ramadhan. Apalagi yang mengemis adalah anak anak, tentu akan mengundang belas kasih dan dorongan yang lebih tinggi. Oelh karena itulah banyak orang tua yang melihat momentum ini untuk eksploitasi ekonomi karena sangat menjanjikan.
Tentu aktitifitas mengemis adalah larangan bagi semua pemerintah daerah di Indonesia. Apalagi pemerintah sudah berkali kali menargetkan Indonesia Bebas Anak Jalanan. Namun pada kenyataannya masih banyak yang memanfaatkan situasi dengan eksploitasi anak secara ekonomi, terutama di jelang akhir bulan Ramadhan yang menjamur dimana mana.
Padahal kita tahu jalanan bukanlah tempat bermian yang aman dan nyaman untuk anak anak, karena tidak ada yang bisa memastikan keamanannya, resiko terlalu tinggi, baik kendaraan yang melaju cepat, udara bercampur debu, udara panas dan dingin yang memerpa tubuh anak. Begitupun kecelakaan dan kejahatan sewaktu waktu bisa terjadi. Dan kita sangat paham anak tak sekuat orang dewasa. Respon mereka ketika terganggu keamanan diri dan kesehatannya, sangat berbeda dengan orang dewasa. Sehingga dengan membawa anak ke jalan untuk mengemis dapat memberi dampak kerugian yang panjang pada pertumbuhannya di masa depan.
Kecenderungan anak anak mengenal kehidupan di jalan, juga akan menyebabkan mereka meninggalkan dunia pendidikannya, karena salah memaknai arti kebebasan. Kita tahu didaerah perkotaan tidak banyak ruang terbuka anak untuik bermain, sehingga kehidupan jalanan menggantikan keinginannya memiliki ruang yang luas, bebas. Artinya momentum 10 hari terkahir ini, akan dimanfaatkan orang tua dengan mengajak anak anaknya mengemis, untuk bisa hidup berhari hari dijalan, karena penghasilan yang begitu menjanjikan. Begitupun situasi pandemi yang menyebabkan banyak keluarga mengalami ketertinggalan. Sehingga merangsang mereka untuk memenuhinya dari aktifitas mengemis dijalan.
Untuk itu KPAI mendorong adanya patroli jam malam anak sampai masa liburan anak berakhir, siskamling bisa dihidupkan kembali. Bahwa penting memastikan tidak ada kekerasan, eksploitasi, kecelakaan, kejahatan di jalan. Meski sangat sulit, karena frekuensi pemakai jalan yang begitu tinggi dan bisa siapa saja berada di jalan tanpa penyaringan. Dan sewaktu waktu bisa mendekati anak anak tanpa bisa kita cegah.
Mengemis adalah bagian dari penelantaran anak, karena membiarkan anak berhadapan dengan bahaya fisik, kekerasan di tempat tersebut. Kita berharap anak anak yang berada di jalan segera mendaptkan pendampingan, keluarganya di asessment, dan di yakinkan bahwa mereka akan mendapatkan haknya sebagai fakir miskin di bulan Ramadhan ini, sehingga tidak perlu berada di jalanan sepanjang hari sampai malam. Bila ini terwujud, tentu juga akan meningkatkan kualitas cara memberi, dengan mengetahui kebutuhan orang orang yang paling membutuhkan dengan menghentikan aktifitas beresiko mereka di jalanan. Dengan hasil asessment pemerintah daerah kepada mereka, mencegah juga pemberian yang sifatnya mengelkontorkan tapi tanpa program yang paling dibutuhkan dan bersifat jangka panjang. Sehingga kualitas beramal kita lebih baik. Sehingga kolaborasi filantrohy, kepedulian memberi, program para lembaga ZISWAF bersinergi dengan pemerintah dalam rangka mengehentikan aktifitas di jalan dengan intervensi jangka panjang, sehingga anak anak terbebas dari jalan.
Salam Hormat,
Jasra Putra
Wakil Ketua KPAI
CP. 0821 1219 3515
