Kecepatan. daya tahan, fokus dankerja keras Kepolisian pada penganganan kasus penculikan anak Malika sangat di apresiasi banyak pihak. Kegeraman masyarakat pada persoalan anak anak yang sering tidak berdaya karena keadaan, seperti dapat obat penawar, melegakan atas ditemukannya Malika dengan selamat dan sekaligus menangkap penculiknya.
Seperti diketahui diawal kisah sebelum penculikan, Malika dan kakaknya, yang keduanya masih berumur anak, membantu Ibunya di warung makan. Sayangnya karena situasi berjuang kesejahteraan ibu dan anak ini, menyebabkan mereka sering berbagi tugas dan terpisah. Tak pelak, situasi tersebut meguntungkan pelaku predator anak, langsung dimanfaatkan pelaku dengan segala bujuk rayu agar Malika mau mengikuti bujuk rayu jahatnya.
KPAI tentu saja sangat mengapresiasi sebesar besarnya kepada berbagai pihak yang bergerak untuk membantu mencari Malika, terutama kinerja Kepolisian RI. Saya kira kita masih sangat membutuhkan peran banyak pihak dalam rangka mempercepat menyelamatkan anak anak Indonesia dimana saja berada, yang kita lihat berada dalam situasi rentan dan berpotensi mendapatkan perilaku kekerasan kapan saja.
Seperti kita tahu lingkungan hidup kedua anak, kondisi orang tua yang harus meninggalkan anak, kemudian bagaimana lingkungan sekitar merespon kondisi tersebut, menjadi sangat penting untuk keluarga ini, di masa depan dalam ke depan melanjutkan hidupnya. Apalagi kedua anaknya yang masih kecil ikut membantu bekerja Ibunya, dengan lingkungan yang sangat butuh perhatian dalam mendukung anak anak tidak terlepas dari pengawasan dan perlindungan keluarga.
KPAI berharap visi Presiden melalui Peraturan Presiden Nomor 101 Tahun 2022 Tentang Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak yang dimandatkan kepada 17 Kementerian dan Lembaga, serta tegaknya berdiirnya berbagai regulasi yang memberi jaminan kepada perlindungan anak, mampu sensitif merespon kondisi kedua anak dan ibunya. Karena keberhasilan kerja Kepolisian harus di dukung, dengan peran serta lainnya, dalam merespon dan memberi solusi secara menyeluruh kondisi keluarga ini, yang memang dari dulu harusnya mendapat dukungan perhatian lintas sectoral. Agar harapan Presiden pada Perpres tersebut dijawab multi layanan integrative, layanan satu atap, dalam rangka, tidak hanya menjawab soal penculikan, menyelamatkan, menangkap pelaku.
Tetapi ke depan ada persoalan besar yang akan di hadapi anak soal mengantarkan masa depan mereka dalam lingkungan hidup ditempat mereka tinggal, guna mengawal dan mempersiapkan masa depan kedua anak. Saya kira permasalahan keluarga tersebut, sudah menjadi potret kehidupannya sehari hari, yang sangat penting di koordinasikan semua pihak lintas sectoral Kementerian, Lembaga, Pemerintahan dan perangkat terdekat, agar ketika anak kembali ke keluarga, tidak menghadapi situasi yang sama, ada yang dipersiapkan sebelum anak kembali ke ibunya, kemudian kakak korban yang masih berumur anak, tentu saja juga punya kebutuhan yang sama dengan adiknya.
Saya kita case conference dan mekanisme referral negara, yang berbunyi di berbagai regulasi yang berbicara anak, sedang diuji, untuk menguatkan apa yang sudah dilakukan kepolisian. Dalam rangka langkah lanjutan setelah Malika ditemukan, dalam memberi jaminan kesejahteraan yang lebih baik untuk Ibu dan dua anaknya.
KPAI menitip pesan, dari kasus ini, kita dapat belajar, bagaimana memotret kesejahteraan ibu dan anak. Karena DPR RI sedang menggodok kembali soal kesejahteraan Ibu dan Anak melalui RUU KIA. Banyak persoalan dari potret kasus ini yang bisa dijawab anggota dewan.
Seperti di ketahui UU Kesejahteraan Anak yang lahir tahun 1979 berbicara kesejahteraan anak adalah jaminan sosial mereka melalui kebutuhan pokok. Saya kira dengan DPR RI memotret kasus ini, bisa menambah dari kacamata sosial, menuju kesejahteraan yang lebih menyeluruh. Bahkan juga Ibu yang akan di mandatkan untuk mewakili negara mensejahterakan anak, sekaligus secara melekat sebagai orang tua punya tanggung jawab menyejahterakannya. Sehingga bila ini yang menjadi cara pandang bersama masalah ini, maka sebenarnya kita sedang memberi solusi untuk banyak keluarga, banyak single mother atau singke father, anak anak yang terlepas dari pengawasan pengasuhan. Sehingga banyak yang bisa di cegah agar anak tidak terjebak pada kekerasan dan perilaku salah lainnya hingga 18 tahun, seperti pernikahan dini, putus sekolah, tempat tinggal dan lingkungan yang rentan, membangun kepedulian, mendirikan akses sistem sumber dukungan, membangun mekanisme rujukan dan manajemen kasus. Sehingga berharap visi RPJMN yang menitikberatkan daya tahan keluarga dapat dirasakan setiap orang tua yang membutuhkan penguatan pengasuhan anak anak mereka.
Kemudian belajar dari kasus sebelumnya predator anak di 2014 tentang pencabulan anak. Kita dibukakan mata, tentang persoalan para mantan narapidana dengan kasus pencabulan anak, predator anak, pedofilia anak. Bahwa pengulangan sangat mungkin terjadi. Sedangkan disisi lain regulasi anak yang memberatkan para pelaku baru terbit di tahun 2016 tentang kebiri kimia, chip, publikasi identitas, sampai berbagai pidana, yang ditempatkan dalam regulasi tersebut dalam ruang yang hidup, dalam maksud regulasi ini menjamin rehabilitasi korban, bahkan dalam situasi terburuk sekalipun ke depannya dari pasca peristiwa. Artinya para pelaku tidak mungkin bila tidak adalam pengawasan APH. Karena sangat mungkin akan terulang kembali. Untuk itu penting APH kembali duduk bersama, dalam memperkuat kerja kerja penyelenggaraan perlindungan masyarakat dalam memberikan rasa keadilan untuk para korban, untuk para korban yang masih saat ini dalam pemulihan panjang pasca perbuatan pelaku, juga mencegah agar para pelaku tidak lagi mengulang. Apa yang bisa menjamin rasa keamanan itu, apakah rehab untuk para pelaku sudah cukup untuk peaku tidak mengulangi perbuatannya. Saya kira ini ke depan menjadi PR bersama dalam memotret kasus pencabulan anak.
Tantangan terbesar kita dalam perlindungan anak, belajar dari kasus ini adalah, bagaimana memastikan sistem perlindungan anak yang terpapar di berbagai regulasi itu, bisa hadir di tingkat RT/RW, karena mereka yang paling dekat bisa melindungi para keluarga rentan, yang anak anak mereka mudah terlepas dari pengawasan pengasuhan keluarga. Apakah sudah ada program di tingkat RT RW, atau ada yang ditugasi mengawal keluarga seperti ini. Apalagi kalau kita melihat lagi potret lingkungan Malika, siapa yang bisa bertanggung jawab melapisi keluarga keluarga rentan ini. Artinya upaya perlindungan berlapis harus berbunyi dan terus dilakukan keluarga, lingkungan, masyarakat dan petugas keamanan/perlindungan anak yang terlatih ditingkat grass root. Saya khawatir kita banyak penamaan para petugas di lapangan yang berorientasi melindungi keluarga, tetapi tidak berjalan dengan baik, karena berbagai persoalan kebijakan yang tidak ada di daerah, petugas ada – gugus tugasnya ada tapi tidak ada anggaran, soal politik anggaran yang belum menjadi perhatian untuk anak. Karena situasi ini saya temukan saat berkunjung ke beberapa daerah dalam melihat kluster perlindungan khusus anak yang harus dijalankan daerah, mereka masih perlu dikuatkan, di kawal, didampingi dalam Bappeda menganggarkan hal tersebut.
Saya kira regulasi dan pembentukan nama berbagai organisasi sudah sangat banyak yang dibuat pemerintah pusat dan pemerintah daerah, hanya bolong bolongnya harus di tutup, harus dilihat kembali, harus diperkuat, agar pelaksanaan di bawah dapat berlangsung efektif, efesien dalam memenuhi penyelenggaraan perlindungan anak. Begitupun peran serta masyarakat terdekat sangat penting, dalam menjaga dan menghidupkan selalu perlindungan anak. Melindungi anak butuh orang sekampung dan kesadaran bersama sama, dalam mengurangi korban anak seperti Malika. Bahwa belajar dari kasus ini, kita berhasil bersama sama menemukan pelakunya. Tetapi kita juga harus memastikan, ditempat lain, juga berlangsung hal yang sama.
Saya kira ini awal tahun yang sangat baik dalam kerja kerja penyelenggaraan perlindungan anak, yang dikomandoi Kepolsian hari ini. Kita sangat optimis kalau berbagai kasus anak, dikeroyokin bareng bareng seperti ini, dengan Kepolsiian melibatkan menyertakan partisipasi aktif masyarakat, media, pemerhati anak. Kita butuh menularkan cara kerja seperti ini di banyak tempat dalam mencapai visi Penghapusan Kekerasan Anak di Indonesia.
Salam Hormat,
Jasra Putra
Komisioner KPAI
CP. 0821 1219 3515
