Kita perlu apresiasi sebesar besarnya kepada Satreskrim Polres Belitung yang berani mengungkap kejahatan anggotanya sendiri yang melakukan kejahatan seksual pada anak, saat korban melaporkan perilaku pimpinan panti asuhan yang sudah rudapaksa berulang kali. KPAI telah berkoordinasi dengan Kepolisian, dan pelaku dikabarkan sudah ditahan. Kita masih punya harapan, ada penegak hukum yang masih lurus, dan tidak melindungi teman temannya yang melakukan kesalahan fatal, perbuatan melawan hukum dari APH.
Saya kira ini peristiwa besar Jelang Hari Anak Nasional, ini bukan peristiwa biasa, ditengah Presiden, DPR, Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah dan para pemerhati anak sedang menyiapkan Hari Anak Nasional.
Seperti di ketahui. Sejak kemarin rangkaian kegiatan hari anak nasional sudah berlangsung. Para perwakilan pemimpin dan fasilitator anak tingkat nasional yang sedang membahas dan mewakili nasib anak anak di seluruh Indoensia, sedang merumuskan suara anak, yang nantinya akan dibacakan di depan Presiden pada 23 Juli Hari Anak Nasional.
Kita disadarkan masih kumuhnya penanganan korban kejahatan seksual anak di negeri kita. Dengan adanya peristiwa oknum polisi yang lolos, yang bisa memeriksa anak, mengunci ruang aman ramah anak saat BAP anak mencari keadilan di kantor kepolisian. Kita disadarkan masih perlunya melengkapi ruang pemeriksaan anak. Agar tidak menjadi korban berlapis.
KPAI meminta dengan sangat jelang Hari Anak Nasional ini, Kepolisian segera melengkapi kekuatan dan fasilitasnya dalam penanganan anak, dengan segera mendirikan Direktorat PPA dan PPO. Agar harapan paling ujung anak anak dalam penegakan keadilan bisa terwujud di negeri ini. Kita perlu memastikan orgaisasi yang besar ini, bisa berjalan efektif dan efesien dalam penyelenggaraan dan penegakan Undang Undang Perlindungan Anak.
Kita sangat prihatin ya ruang pemeriksaan anak, justru menjadi tempat kejadian berulang. Padahal sebelumnya anak memberanikan diri, itupun dengan dikuatkan anak sesama korban panti, untuk melaporkan perilaku pimpinan panti asuhan yang telah melakukan rudapaksa.
KPAI meminta anak segera mendapatkan orang tua pengganti, karena pasca peristiwa kita belum tahu anak berada dalam pengasuhan siapa. Padahal kita tahu panti tempat berlindung sementara nya, juga telah melakukan hal yang sama, seperti peristiwa di kantor Kepolisian Bangka Belitung.
Apalagi yang menemani korban melapor dan memberanikan menuju kantor Kepolsiian juga anak anak panti, kita bisa membayangkan bagaimana kehidupan anak anak panti itu sekarang. Tentu sangat tertekan atas peristiwa tersebut. Jangan sampai mereka berada di tangan yang salah, karena telah menjadi anak anak yang berhadapan dengan hukum. Seperti yang pernah terjadi di Panti Depok anak anak yang mengalami rudapaksa, tapi masih bergantung hidupnya kepada pelaku yang juga pimpinan panti asuhan. Saya kira setelah Kepolisian menangkan pelaku, harus bertindak cepat menyelamatkan semua anak di panti tersebut dan memastikan penanganannya, agar tidak jatuh ke tangan yang salah.
Saya kira ini peristiwa besar kedua, dimana pejabat pelindung anak di Lampung juga melakukan hal yang sama, pelaku tidak hanya melakukan pendampingan korban kejahatan seksual, tetapi juga melakukan rudapaksa dan menjual korban di tahun 2020.
Saya peristiwa ini tamparan keras buat kita semua, anak yang berani melapor ke institusi penegak keadilan, institusi perlindungan anak. Tetapi menjadi korban berulang.
Ini persoalan tidak sederhana dan tidak bisa ditanggapi sederhana, ini bencana di dunia perlindungan anak jelang HAN, saya kira. Karena pertanyaan besarnya di mana tempat yang paling dianggap bisa memberi hak perlindungan, menegakkan regulasi perlindungan, bisa memberi akses keadilan, tetapi justru tempat yang dalam bayangan anak paling bisa menegakkan aturan, justru menjadi bencana buat anak.
Artinya ini tamparan buat institusi Kepolisian jelang HAN, untuk mengevaluasi perekrutan anggota polisi yang diserahkan bekerja dengan anak. Bahwa perlu ada tes secara ketat, bagaimana sikap, rekam jejak, latar belakang, kapasitas dalam menjalani tugas yang memiliki perspektik anak dan pengarusutamaan hak anak.
KPAI meminta Direktorat Perempuan dan Perlindungan Anak agar segera berfungsi penuh, agar ada keberpihakan kepada pihak pihak yang perlu perlindungan seperti anak dan perempuan. Karena ini bicara keberpihakan, jemput bola, affirmatie action, kepada generasi bangsa kita yang belum bisa melindungi dirinya sendiri. Karena anak anak mudah di kuasai secara fisik, pemahaman dan emosionalnya dari orang orang di sekitarnya, apalagi ini pimpinan panti asuhan dan oknum polisi yang di percaya anak.
Memilih memberanikan diri melapor, itu tidak mudah. Apalagi ini anak panti asuhan (yang sudah lepas dari orang tua) kemudian jatuh ke tangan yang salah (ke oknum di panti asuhan). Kemudian membayangkan figur polisi (penegak keadilan) yang bisa menjadi pahlawan mereka. Tetapi imajinasi anak berulang ulang kali di rusak oleh keadaan. Tidak boleh lagi ada peristiwa seperti ini. Karena akan menjauhkan anak dari negaranya sendiri. Ini sangat berbahaya untuk perkembangan mental anak anak kita.
Saya kira tidak ada kata yang bisa menggambarkan peristiwa ini, selain sangat mengerikan. Suram sekali penegakan keadilan buat para korban kejahatan seksual pada anak. Sekali lagi perlu langkah bersifat segera dan berani dari Kapolri untuk melakukan pembenahan, salah satunya segera meningkatkan kewenangan dan pejabat yang akan di tempatkan di Direktorat PPA dan PPO, agar dapat melakukan revolusi secara sistemik tentang penanganan korban kejahatan seksual pada anak dan Perempuan. Apalagi kita tahu datanya nya sangat besar ya, anak anak yang mendapat perlakuan salah dan terjebak di dalam industri pornografi, sebagaimana yang di ungkap Menkopolhukam. Yang korban korbannya ada para santri, anak panti asuhan, bahkan di umur yang sangat belia anak anak sudah dimasukkan industry ini.
Saya kira alasan apapun, sangat tidak bisa diterima, karena yang melakukan penegak hukum, ujung paling terakhir harapan masyarakat. Sehingga hukuman berat harus segera di timpakan kepada pelaku. Agar jadi pembelajaran bagi para APH yang bermain main, bahkan melakukan kejahatan seksual kepada korban yang sedang dalam situasi sangat resah, susah, kecewa, sangat sedih atas perbuatan pimpinan panti asuhan yang melakukan kejahatan yang sama dan anak anak yang sangat butuh akses keadilan.
Anda bisa bayangkan, korban adalah anak yang terlepas dari orang tuanya, kemudian dalam kondisi batinya yang masih butuh ruang pulih, diserahkan kepada orang lain (di ambil panti asuhan), kemudian dalam ketersiksaan menerima perlakuan, korban bingung harus kemana (orang tua tidak ada, ke panti tidak bisa) dan akhirnya harapan satu satunya di batin anak adalah Kepolisian.
Saya menerangkan ini bukan , untuk melebih lebihkan, tapi mengajak sensitivitas kita semua kepada korban kejahatan seksual pada anak. Bahwa anak anak yang terlepas dari pengasuhan adalah anak anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Dan negara telah memproklamirkan akan melindungi mereka baik dalam konstitusi maupun UU.
Anak berhak mendapatkan perlindungan dan pengawasan dari yang berwenang, setelah lepas dari orang tua. Tapi apa yang terjadi? Ada kealpaan yang harus kita sadari, bahwa sejak anak dilahirkan, kemudian terlepas dari orang tua. Kemudian masuk panti, dan terakhir sangat tragis jatuh di tangan penegak keadilan.
Jadi ini tidak hanya dilihat dari peristiwa kejahatan seksual di kantor polisi oleh oknum polisi. Ini ada rentetan panjang kisah anak terlepas dari orang tua, berpindah pindah pengasuhannya dalam rentang yang sangat lama, dan tidak ada yang bisa memetakan kenapa?
Tidak ada figur pengganti seperti yang di amanahkan konstitusi dan UU yang harusnya ada. Karena sangat indah bunyi regulasinya, tanpa harus bilang itu hanya rangkaian puisi indah, tapi bisa dibuktikan negara.
Inilah yang saya sering sebut hutang peradaban Indonesia, setelah memiliki UU Perlindungan Anak, bahwa ada yang tidak bisa di gapai oleh UU tersebut. Dengan munculnya ragam pola pengasuhan anak, yang kita semua tidak bisa di awasi, kita yang harusnya bisa melindungi tapi dikalahkan oleh jaman dan perkembangan informasi dan teknologi. Setiap kita berusaha mengkapasitasi diri tapi dikalahkan keadaan.
Karena itulah dalam 15 tahun terakhir KPAI selalu mendorong segera di syahkan RUU Pengasuhan Anak. Agar anak anak yang berpindah pengasuhan memiliki payung kebijakan dan yang mengasuh juga punya posisi hukum dan profesional. Karena kalau ini terus dibiarkan, sebenarnya negara sedang melakukan pembiaran. Tidak ada lembaga pengawasan anak yang benar benar diserahkan situasi anak anak seperti ini. Dengan bukti yang terjadi pada korban sekian banyak anak panti asuhan.
Dalam pengawasan KPAI, seringkali peristiwa didaerah tentang anak anak yang terlepas dari orang tua, dan anak anak yang diambil lembaga, kemudian tidak bisa terawasi dengan baik. Dan alasannya ketika kami melakukan Monev adalah tidak ada anggaran, bahkan anggaran untuk anak di potong, apalagi SDM.
Sehingga kita bisa bayangkan kekosongan hukum ini telah berlangsung cukup lama, mungkin puluhan tahun, tidak ada Langkah sistemik untuk merubah ini. Ada program program seperti ketahanan keluarga namun lebih banyak intervensi ekonomi yang berorientasi ada pemenuhan kebutuhan orang dewasan.
Untuk itulah RUU Pengasuhan Anak menjadi renstra KPAI dan telah di presentasikan kepada Wakil Presiden, DPR sebagai bentuk affirmatif action negara menjawab anak anak yang terlepas dari pengasuhan orang tua, tidak Adaya riwayat pengasuhan anak, tidak adanya jaminan mereka yang mengasuh anak, tidak adanya list orang tua asuh yang telah di siapkan negara, dalam menjawab anak anak yang sejak di lahirkan di tinggalkan orang tuanya. Karena sejak tidak terdeteksi disinilah, mereka menjadi seperti sekarang. Di perjual belikan, di jual organnya, di perlakukan sebagai pesakitan. Padahal ada sistem yang tidak bisa memayungi dalam perlindungan pengasuhan yang panjang sampai 18 tahun.
Sampai saat ini penting sekali, mereka yang menangani anak, memiliki respon yang sama soal pengasuhan anak, riwayat pengasuhan anak, memiliki profesionalitas dan perspektif anak. Agar ada pengasuhan semesta, dan yang bekerja disana memiliki posisi hukum yang lebih jelas dan profesional dalam penanganan anak.
Disanalah kesadaran kita di tantang dalam perlindungan anak. Tidak hanya sekedar melindungi, tetapi fungsi pengasuhan itu juga harus ada di berbagai lembaga yang melayani dan bekerja dengan anak. Indonesia membutuhkan perubahan sistemik dalam perlindungan anak dengan melengkapi dengan RUU Pengasuhan Anak.
Salam Hormat,
Jasra Putra
Wakil Ketua KPAI
CP. 0821 1219 3515
