Persoalan reintegrasi dan stigma narapidana selalu saja menjadi momok di masyarakat. Hal ini terjadi karena ketidaktahuan masyarakat dalam mengukur apa benar benar sudah pulih. Akibat masyarakat tidak terinformasikan penanganan apa saja yang telah di dapatkan.
Namun lepasnya Emon disertai laporan lembaga pemasyarakatan, karena ada profesi yang menjamin tidak akan berulang. Kemudian dilapisi jaminan keluarga dan lapor diri kepada yang berwajib dimanapun Emon berada. Tentu kita semua sangat mendukung keputusan dan proses reintegrasi kemabli Emon di masyarakat. Kemenkumham menyatakan Emon wajib lapor sampai tahun 2028, artinya kita semua ikut mendukung pengawasan bersama, agar proses reintegrasi berjalan baik.
Tentunya dengan dibebaskan, berarti menandakan tuntasnya atau paripurnanya penanganan Emon karena peristiwa korbannya yang sangat luar biasa 120 anak, bahkan sampai dikeluarkannya kebijakan di daerah tersebut tentang kejahatan seksual. Dengan terbitnya berbagai program, anggaran, kebutuhan, termasuk mulai Emon dari 2014 ditangkap sampai sekarang 2023 di bebaskan.
Namun ketika mendengar Emon bebas dengan proses intervensi yang sangat panjang dan berdampak luas itu, di benak saya langsung tersirat, bagaimana kondisi 120 korban anak. Apakah kondisinya semakin baik atau sebaliknya. Tentu saja masyarakat juga ingin mendengar tanggung jawab berbagai pihak, atas situasi korban.
Karena seringkali korban kekerasan dan kejahatan seksual kurang terperhatikan, akibat konsentrasi pada pelaku dan respon masyarakat yang luar biasa saat itu kepada pelaku. Namun perlu keseimbangan juga dalam memperjuangkan korban, yang tidak mudah, karena di saat yang sama, korban terserang psikologisnya sendiri, beban peristiwa yang sekaligus mewajibkannya menjadi korban dan saksi sepanjang hidup, begitupun ketika awal peristiwa mengikuti masa persidangan, sampai akhirnya kembali diterima keluarga. Artinya penting memastikan juga 120 korban benar benar paripurna penanganan rehabnya.
Tentu tidak terhindarkan ada masyarakat yang khawatir akan berulang, karena peristiwanya ada. Untuk itu penting membangun dukungan dari keluarga dan memastikannya, pelibatan lintas profesi yang dapat menilai secara bertanggung jawab atas kondisi perkembangan Emon di masyarakat.
Tentu saja ada rekomendasi kebutuhan Emon setelah bebas, dalam rangka tidak terjadi pengulangan, , sejauh apa kebutuhan itu dapat dipenuhi keluarga. Bagaimana pembatasan melalui aset asset pribadi yang dapat mengarah kepada pengulangan, siapa di keluarga yang punya kewajiban memantau, termasuk kesehatan setelah aksi tersebut apakah berdampak serius.
Artinya keluarga perlu dikenalkan lembaga rujukan dan manajemen kasus, agar bisa menangani dari rumah, sehingga program rehabilitasi bisa berlanjut di masyarakat, dengan mengakses lembaga masyarakat yang tepat. Lembaga tersebut bisa diajak memastikan program dukungan yang diperlukan keluarga dalam mengurangi kekhawatiran masyarakat. Ini bukan kita tidak menghormati rehab tuntas di lembaga dan putusan yang ada, tetapi lebih meningkatkan edukasi dan perhatian masyarakat. Agar dapat mendukung sepenuhnya pemulihan, baik bagi Emon maupun 120 yang kita belum tahu kondisi tiap korbannya sekarang.
Salam Hormat,
Jasra Putra
Wakil Ketua KPAI
CP. 0821 1219 3515
